Beritateknologi.co.id – Jejak Digital adalah Maut betapa berbahayanya jejak digital yang kita tinggalkan di dunia maya. Setiap aktivitas online, seperti posting di media sosial, pencarian di internet, atau bahkan komunikasi pribadi, meninggalkan jejak yang dapat diakses atau dilacak oleh orang lain.
Jejak digital ini bisa menjadi ancaman jika jatuh ke tangan yang salah. Data pribadi bisa disalahgunakan untuk pencurian identitas, peretasan akun, pemerasan, atau bahkan untuk merusak reputasi seseorang. Dalam konteks ini, “maut” berarti risiko yang sangat serius, di mana jejak digital bisa menghancurkan karier, atau bahkan mengancam keselamatan seseorang.
Jadi, penting untuk selalu berhati-hati dengan apa yang kita bagikan secara online, karena jejak digital bisa menjadi bumerang yang berbahaya.
Jejak digital bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, jejak digital memudahkan kita untuk terhubung, berkolaborasi, dan berbagi informasi. Namun di sisi lain, ia bisa berubah menjadi ancaman serius. Informasi pribadi yang tersebar secara online bisa dimanfaatkan oleh orang-orang dengan niat jahat.
Baca Juga: Serangan Siber Diblokir di Indonesia, Pentingnya Keamanan Digital
Mereka bisa menggunakan data ini untuk merusak reputasi, mengakses akun-akun penting, atau bahkan mencuri uang. Dalam konteks tertentu, jejak digital bisa menjadi alat untuk memanipulasi atau mengancam seseorang, memeras, atau membuat seseorang terjebak dalam situasi yang berbahaya.
Selain risiko peretasan atau pencurian identitas, ada juga bahaya sosial dan profesional. Jejak digital bisa menjadi cermin yang tak terhapus dari masa lalu kita. Sebuah postingan yang kita buat bertahun-tahun lalu bisa muncul kembali dan menyebabkan masalah di masa kini.
Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, jejak digital kita semakin sulit untuk dikendalikan. Data kita bisa dilacak, dianalisis, dan digunakan dengan cara yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Ini termasuk menggunakan kata sandi yang kuat, mengaktifkan otentikasi dua faktor, berhati-hati dalam membagikan informasi pribadi, dan selalu memikirkan konsekuensi jangka panjang dari setiap tindakan di dunia maya. Kesadaran akan jejak digital dan kehati-hatian dalam berinternet adalah kunci untuk melindungi diri dari “maut” yang bisa datang tanpa diduga.
Bukan Pertama Kalinya
Semua jejak digital menjadi penanda untuk melihat kapasitas kandidat – bagus atau buruk. Temuan studi menunjukkan posting ngaco di medsos menyebabkan orang di-PHK terjadi pada guru, polisi, karyawan bank, jurnalis, dan petugas medis.
Di Indonesia hal begini sudah berkali-kali terjadi. Tahun 2017, di tengah situasi politik yang panas akibat persingan brutal Pilkada Jakarta, dua wartawan masing-masing dari sebuah stasiun televisi swasta dan tabloid olahraga sama-sama dipecat gara-gara tulisan di sosmed. Bukan cuma tulisan baru, bahkan unggahan yang sudah jadi jejak digital bertahun-tahun sebelumnya bisa jadi alasan PHK.
Para pengguna internet alias netizen beraksi jadi ‘penyelam handal’ memeriksa posting politisi yang sedang menjaga citra demi maju dalam pemilihan kepala daerah. Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jabar yang sedang mengadu peruntungan dalam Pilkada Jakarta, terpaksa merilis twit baru untuk meredam cuitan-cuitan lamanya 13-14 tahun lalu yang tiba-tiba muncul kembali setelah netizen mengoreknya ke permukaan.