LPS Sebut Ketergantungan Teknologi Asing Jadi Lubang Serangan Siber

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan pernah menghadapi dua serangan siber skala luar biasa. Serangan itu berupa distributed denial of service (DDoS) hyper volumetric dan ransomware. Direktur Group Sistem Informasi LPS Monang Siringoringo mengatakan, keberhasilan menghalau serangan bukan hanya soal kecanggihan teknologi. Ada tiga hal yang menurutnya jauh lebih penting: kemandirian teknologi, sense of belonging, dan sense of crisis. “Setelah kami analisa dari banyak kejadian, termasuk di kami sendiri. Seringkali orang berpikir bahwa teknologinya kurang canggih. Padahal teknologi sebenarnya hanyalah pintu masuk bagi serangan. Akar permasalahannya, tiga clue itu,” kata Monang dalam diskusi di Kantor LPS, Jakarta, Jumat (5/7/2025), seperti dilansir Antara.

Baca Juga : PLN Bantah Bali Mati Listrik karena Serangan Siber

Read More

Ia menekankan pentingnya kemandirian teknologi. Ketergantungan terhadap sistem buatan luar negeri menurutnya membuka celah yang tak bisa dikendalikan sepenuhnya.

“Terlalu dependensi dengan produk yang dibikin oleh bukan kita. Jadi kita tidak bisa kontrol penuh terhadap perangkat-perangkat itu,” ujarnya. Ia juga menyoroti perlunya sense of belonging dari sumber daya manusia di bidang sistem informasi.

Komitmen yang rendah, menurutnya, menjadikan pertahanan siber sekadar rutinitas yang mudah ditembus. Selain itu, tim teknologi informasi harus memiliki sense of crisis. Monang menilai, kesiapsiagaan dan kesadaran terhadap krisis penting agar respons bisa cepat dan tepat. Ia mengingatkan, serangan siber tidak selalu datang dengan pola yang sama. Penyerang juga merancang metode yang sistematis, tidak bisa ditangkal hanya dengan prosedur standar.

Baca Juga : Independensi LPS Dipertanyakan saat Mantan Regulator Ramaikan Bursa Komisioner

LPS mengaku rutin menghadapi berbagai jenis serangan. Namun, dua kejadian dinilai luar biasa. Sejak 17 Juni 2025, serangan DDoS dengan intensitas sangat tinggi menyasar sistem LPS. Puncaknya terjadi pada 25 Juni 2025, dengan 34 juta serangan per detik. Total trafik mencapai 960 gigabit per detik.

Related posts