
Roblox, salah satu platform game online terpopuler di dunia, kini sedang berada di sorotan publik Indonesia. Setelah muncul desakan pemblokiran dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) akhirnya buka suara mengenai nasib game ini di Tanah Air. Komdigi menegaskan bahwa mereka tidak serta-merta langsung mengambil keputusan ekstrem berupa blokir. Sebaliknya, pemerintah sedang melakukan penilaian akhir terkait kepatuhan Roblox terhadap regulasi yang berlaku di Indonesia, terutama menyangkut perlindungan anak di ruang digital.
Evaluasi Kepatuhan Roblox terhadap Regulasi Indonesia
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menyebutkan bahwa saat ini tim khusus sedang melakukan assessment atau penilaian akhir. Penilaian ini dilakukan berdasarkan hasil pengawasan serta dokumen yang sudah disampaikan pihak Roblox. Dalam proses tersebut, pemerintah menekankan bahwa Roblox harus benar-benar memperhatikan aspek keamanan bagi pengguna anak. Salah satu sorotan utama adalah pembatasan akses terhadap konten berisiko yang bisa membahayakan anak. Alexander menambahkan, pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan perwakilan Roblox. Dalam pertemuan tersebut, Komdigi meminta agar standar keamanan platform ditingkatkan, termasuk kontrol komunikasi antar pengguna dan pengawasan konten buatan pengguna (user generated content) yang berpotensi vulgar atau mengandung kekerasan.
Regulasi yang Harus Dipatuhi Roblox
Ada dua regulasi penting yang saat ini menjadi dasar tuntutan pemerintah Indonesia terhadap Roblox, yakni:
- PP Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).
Regulasi ini menekankan tanggung jawab platform digital dalam memberikan perlindungan maksimal terhadap anak di ruang digital. - Sistem Kepatuhan Moderasi Konten (SAMAN).
Sistem ini mewajibkan platform untuk menerapkan moderasi konten ketat agar anak-anak tidak terekspos konten berbahaya seperti pornografi, kekerasan, hingga eksploitasi.
Selain kepatuhan regulasi, Komdigi juga meminta Roblox membuka kantor perwakilan resmi di Indonesia. Tujuannya agar pemerintah lebih mudah melakukan pengawasan serta memastikan tanggung jawab hukum dapat ditegakkan.
BACA JUGA:Orang Dewasa Ikut Main Roblox untuk Redakan Stres
Menkomdigi Meutya Hafid: “Roblox Harus Buktikan Komitmennya”
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan bahwa pemerintah tidak main-main soal perlindungan anak di ruang digital.
“Harus ada perwakilan di Indonesia, kemudian juga harus patuh terhadap regulasi, khususnya PP Tunas dan SAMAN yang berisi perlindungan anak,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pihak Roblox telah menyatakan kesediaannya untuk melaporkan operasional platform kepada pemerintah Indonesia. Namun, Komdigi akan tetap memantau secara berkala untuk memastikan kepatuhan tersebut benar-benar dijalankan. Meutya juga memberi tenggat waktu 1–2 bulan bagi Roblox untuk melakukan perbaikan menyeluruh. Setelah itu, pemerintah akan memutuskan apakah Roblox akan tetap bisa beroperasi normal, dikenai pembatasan usia yang lebih ketat, atau bahkan diblokir jika tidak ada kemajuan berarti.
KPAI: Roblox Bisa Bawa Dampak Negatif bagi Anak
Di sisi lain, KPAI tetap tegas dalam mendesak pemblokiran Roblox. Komisioner KPAI, Kawiyan, mengungkapkan bahwa banyak anak Indonesia yang menjadi korban dampak negatif game online, termasuk Roblox. Menurutnya, ada sejumlah faktor mengapa Roblox dianggap berisiko:
Ketidaksesuaian klasifikasi umur. Banyak anak kecil memainkan Roblox padahal kontennya tidak sepenuhnya ramah anak.
Eksploitasi digital. Ada oknum-oknum yang memanfaatkan game untuk penipuan, cyberbullying, hingga eksploitasi anak.
Paparan konten berbahaya. Beberapa game di Roblox memiliki elemen kekerasan atau perilaku menyimpang yang dikhawatirkan bisa menormalisasi tindakan negatif pada anak.
“Dampaknya luar biasa, baik secara fisik, psikis, mental, maupun sosial. Karena itu, Roblox harus segera ditindaklanjuti,” tegas Kawiyan.
Kekhawatiran Orang Tua dan Dunia Pendidikan
Tak hanya KPAI, sejumlah orang tua dan pendidik juga mulai menyuarakan kekhawatiran mereka. Bahkan, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sempat mengimbau siswa untuk tidak memainkan Roblox. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Roblox dikenal sebagai platform berbasis user-generated content, artinya siapapun bisa membuat game di dalamnya. Walaupun ada filter, kenyataannya tidak semua konten bisa diawasi dengan ketat, sehingga peluang anak-anak mengakses hal-hal yang tidak pantas masih terbuka lebar. Selain itu, fitur komunikasi antar pengguna juga dianggap rawan karena bisa dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab untuk melakukan grooming online atau manipulasi digital terhadap anak.
Skenario Lanjutan
Saat ini, pemerintah masih menunggu laporan akhir dari tim pengawas. Ada beberapa kemungkinan skenario yang bisa terjadi:
Roblox Tetap Bisa Beroperasi dengan Syarat.
Jika Roblox segera memenuhi standar keamanan dan regulasi, maka platform ini akan tetap bisa digunakan di Indonesia dengan pengawasan ketat.
Pembatasan Usia Lebih Ketat.
Pemerintah bisa saja menerapkan pembatasan usia, misalnya hanya untuk 13 tahun ke atas dengan kontrol orang tua yang lebih jelas.
Blokir Sementara atau Permanen.
Jika terbukti berisiko besar dan tidak melakukan perbaikan signifikan, opsi pemblokiran masih terbuka lebar.
Dampak bagi Industri Game Online
Kasus Roblox ini sebenarnya menjadi contoh penting bagi industri game online di Indonesia. Pemerintah ingin menegaskan bahwa mereka mendukung perkembangan industri digital, tetapi keamanan dan perlindungan anak tetap harus menjadi prioritas. Dengan jumlah pengguna Roblox yang sangat besar di Indonesia, keputusan apapun nantinya akan berdampak signifikan, baik bagi pemain, komunitas kreator game, maupun ekosistem digital secara keseluruhan. Nasib Roblox di Indonesia masih menunggu keputusan akhir dari Komdigi. Saat ini, opsi blokir memang terbuka, tetapi belum tentu langsung diterapkan. Pemerintah lebih dulu menuntut agar Roblox memenuhi standar keamanan digital, melindungi anak-anak, dan mematuhi regulasi yang berlaku. Sementara itu, KPAI dan sebagian masyarakat tetap mendorong langkah tegas berupa pemblokiran demi melindungi anak dari dampak negatif.