
Kerusuhan yang terjadi di Nepal pada Senin (8/9) disebabkan adanya pemblokiran akses platform media sosial termasuk Facebook oleh pemerintah dengan alasan. Karena platform tersebut tidak terdaftar ke Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi terkait.
Pemblokiran akses media sosial tersebut memicu aksi protes dari masyarakat Nepal, sebab 90% dari 30 juta penduduk adalah pengguna internet aktif. Akibat dari aksi protes yang dilakukan oleh masyarakat Nepal ini justru tercatat sebagai kerusuhan terburuk dalam beberapa dekade di Nepal. Ratusan orang mengalami luka-luka dan 19 orang kehilangan nyawa.
BACA JUGA:Teknologi Urban Farming dari IPB Diperkenalkan ke Siswa SD
Pemblokiran Media Sosial di Nepal
Pada 4 September 2025, pemerintah Nepal melakukan pemblokiran akses ke beberapa platform media sosial, termasuk Facebook. Hal ini disebabkan karena pemerintah merasa bahwa media sosial menjadi tempat kejahatan dunia maya dan tempat untuk menyebarkan kebencian serta berita hoax.
Selain itu, pemblokiran juga disebabkan karena perusahaan media sosial terkait belum mendaftarkan ke Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi.
“Kami memberikan mereka cukup waktu untuk mendaftar dan berulang kali meminta mereka untuk memenuhi permintaan kami, namun mereka mengabaikannya dan kami harus menutup operasi mereka di Nepal” ujar Menteri Komunikasi dan TI Prithvi Subba Gurung.
Mengutip dari Router, Menteri Komunikasi mengatakan bahwa media sosial seperti TikTok, Viber, WeTalk, Nimbuzz dan Poppo Live sudah terdaftar, tetapi media sosial seperti Facebook, WhatsApp dan Instagram belum mendaftar dan tidak menanggapi permintaan tersebut. Diketahui bahwa pada bulan Juli, Pemerintah Nepal telah memblokir akses aplikasi.
Telegram dengan alasan maraknya penipuan daring dan pencucian uang. Pemerintah juga sempat memblokir aplikasi TikTok namun pada bulan Agustus 2024 pemerintah mencabut pemblokiran tersebut. Kebijakan pemerintah terkait pemblokiran media sosial, tidak disetujui oleh masyarakat Nepal, sebab mereka adalah pengguna aktif dan merasa jika media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Sehingga kebijakan ini memicu terjadinya aksi demo dari masyarakat yang menuntut agar pemerintah kembali. Membuka akses media sosial dan memberantas korupsi.
Gelombang Protes dan Aksi Massa
Aksi demo yang dilakukan oleh masyarakat Nepal di dominasi oleh anak muda termasuk pelajar dan mahasiswa. Sehingga aksi ini disebut sebagai “protes Gen Z”. Mereka turun ke jalanan pada senin pagi dengan mengenakan seragam sekolah dan membawa berbagai macam poster yang bertuliskan “Hentikan korupsi, bukan media sosial”, “Batalkan pemblokiran media sosial’ dan “pemuda melawan korupsi”.
Para demonstran menyerbu gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan memaksa masuk ke kompleks parlemen. Aksi demo ini tidak hanya terjadi di ibukota Kathmandu, tetapi juga di beberapa kota di Nepal seperti di Biratnagar, Bharatpur, Pokhara, dan Itahari. Anak-anak muda yang melakukan aksi demo ini berharap agar pemerintah dapat memberantas korupsi, dan meningkatkan peluang ekonomi. Mereka menilai jika memblokir akses media sosial bukan lah sebuah solusi dan menuntut agar pemerintah membuka akses blokir media sosial.
Di tengah-tengah aksi demo, polisi menembakan gas air mata, meriam air, pentungan dan peluru karet ke arah demonstran yang menerobos gedung parlemen. Hal ini memicu terjadinya kerusuhan, dimana para oknum membakar fasilitas umum. Akibat dari kerusuhan demo yang terjadi, 19 orang meninggal dunia, lebih dari 100 orang termasuk 28 personel polisi mengalami luka-luka.
Reaksi Pemerintah dan Aparat Keamanan
Melihat aksi tersebut, Menteri Dalam Negeri Nepal Ramesh lekhak mengundurkan diri dengan alasan “tanggung jawab moral” atas jatuhnya korban jiwa. Sementara itu, Perdana Menteri K.P Sharma Oli menggelar rapat darurat kabinet untuk membahas situasi. Organisasi Internasional Human Right Watch menegaskan kepada pemerintah Nepal agar peristiwa ini tidak dipandang sebagai aksi semata tetapi aksi ini adalah bentuk protes kemarahan masyarakat terhadap korupsi, nepotisme dan tata kelola yang buruk.
Saat ini, pemerintah Nepal telah mencabut akses terhadap aplikasi media sosial yang diblokir. “Kami telah mencabut penutupan media sosial. Mereka sekarang sudah beroperasi” kata Menteri Komunikasi Prithvi Subba Gurung. Pemerintah Nepal juga telah membentuk komite untuk menyelidiki kekerasan yang terjadi selama demonstrasi dan akan memberikan. Ganti rugi kepada keluarga korban yang tewas dan memberikan perawatan gratis bagi mereka yang terluka.
Faktor lain Penyebab Aksi Demo Masyarakat Nepal
Diketahui bahwa negara Nepal dilanda ketidakstabilan politik sejak menghapus monarki pada tahun 2008. Sejak saat itu, lebih dari 14 pemerintahan yang sudah berganti tidak ada yang berhasil menyelesaikan masalah yang ada. Masyarakat menilai pemerintah gagal menekan angka korupsi dan gagal menciptakan lapangan kerja. Sehingga banyak anak muda di Nepal memilih bekerja di luar negri.