Proses daur ulang itu dapat diterapkan untuk berbagai jenis baterai kendaraan listrik, termasuk jenis lithium-ion yang umum digunakan di Indonesia. Program kolaborasi Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Curtin menemukan inovasi yang dapat diimplimentasikan untuk solusi berkelanjutan baterai kendaraan listrik (EV). Penelitian mereka berfokus pada desain hingga proses daur ulang baterai lithium. Seperti dituturkan peneliti ITB. Bentang Arif Budiman, sekalipun mendorong percepatan energi dan bisnis industri hijau di Indonesia. Ekosistem baterai kendaraan listrik di Indonesia masih memiliki banyak tantangan. Dia menunjuk pengelolaan limbah baterai bekas pakai yang masih belum memiliki proses pengolahan yang mumpuni.
“Sedangkan bahan mentah lithium sebagai bahan dasar baterai kendaraan listrik juga sangat terbatas di Indonesia.” Kata Bentang dalam diskusi di Menara Kadin, Jakarta, yang diikuti dalam jaringan (online) pada Kamis 31 Juli 2025. Menurutnya. Bila proses desain baterai kendaraan listrik direncanakan sejak proses perakitan hingga pembongkarannya. Proses daur ulang baterai yang telah habis siklus hidupnya bisa diefisienkan untuk membuat baterai baru. Proses daur ulang itu dapat diterapkan untuk berbagai jenis baterai kendaraan listrik, termasuk jenis lithium-ion yang cukup umum digunakan di Indonesia.
Hasil penelitian kolaboratif ini berfokus pada pengembangan desain baterai lithium-ion melalui demonstrasi teknologi ekosistem daur ulang baterai
Serta metode yang layak untuk mendaur ulang baterai itu sendiri,” kata peneliti utama ‘Pengembangan Ekosistem Berkelanjutan Baterai Lithium-ion untuk Kendaraan Listrik. Dari Proses Desain hingga Daur Ulangnya’ tersebut. Dalam penjelasannya, Minister Counsellor for Governance and Human Development of the Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia Tim Stapleton mengatakan. Penelitian kolaboratif itu bertujuan menghasilkan penerapan teknologi serta metode daur ulang yang efektif dan terjangkau dari bahan daur ulang. Penelitian disebutnya merupakan turunan dari nota kesepahaman Indonesia dan Australia untuk mempercepat transisi global menuju teknologi rendah emisi dengan ekosistem kendaraan listrik sebagai pilar utama.
“Kami meyakini bahwa untuk mewujudkan ekosistem tersebut, diperlukan kolaborasi lintas sektor termasuk dari pemerintah. Akademisi dan industri, dan lintas negara yang kuat.” Kata Tim di tempat yang sama. Wakil Ketua Koordinator Bidang Penanaman Modal, Industri Hilir, Energi, dan Lingkungan Hidup Kadin Indonesia. Bobby Gafur Umar menyatakan bahwa Kadin punya posisi strategis mendukung program prioritas pemerintah dalam transisi energi bersih dan berkelanjutan. Saat ini, kata dia, yang bisa didorong Kadin antara lain kehadiran kendaraan listrik. Berdasarkan riset pihak ketiga, kendaraan listrik berada di antara sektor teratas dari bisnis pada 2030. Nanti yang potensial memberikan pendapatan hingga USD 12 triliun per tahun berkat transisi energi yang mengarah ke zero net emission. “Jumlah kendaraan listrik di Indonesia melonjak sekitar 78 persen sejak 2023 lalu. Dari 116 ribu unit pada 2023 naik menjadi 207 ribu unit pada 2024,” katanya.
Baca Juga : ChatGPT kini ingatkan pengguna untuk istirahat
Bobby mengatakan jumlah tersebut dapat dikategorikan pesat karena industri kendaraan listrik di Indonesia masih sangat muda.
Sehingga, dia menambahkan, potensi pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik yang berkelanjutan masih sangat signifikan. Untuk mempromosikan masa depan ramah lingkungan sembari tetap merangsang pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Namun begitu, dalam diskusi yang sama terungkap pula dari para pelaku industri mengenai tantangan nyata dalam adopsi kendaraan listrik di Indonesia. Mereka menyoroti mulai dari biaya kendaraan listrik, infrastruktur kelistrikan untuk pengisian baterai. Hingga aspek pendanaan untuk membuat biaya kepemilikan kendaraan listrik khususnya bagi perusahaan transportasi umum dan publik lebih terjangkau.