Thaumazein: Cara Mahasiswa ITB Luruskan Miskonsepsi tentang Astronomi

BANDUNG, itb.ac.id – Berangkat dari keprihatinan atas maraknya miskonsepsi dan hoaks di bidang astronomi, mahasiswa Astronomi ITB angkatan 2024 menggelar acara Aksi Angkatan bertajuk “Thaumazein: The Truth Unfold, Revealing Astronomical Mystery”, di Auditorium IPTEKS CC Timur dan Lapangan Cinta, ITB Kampus Ganesha, Minggu (21/9/2025).

Kamis, 2 – Oktober – 2025, 07:50:33 – ( update : 02-10-2025 )

Oleh Muhammad Hanif Darmawan – Mahasiswa Teknik Pertambangan, 2021

Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

Peserta dan narasumber talkshow “Thaumazein” berfoto bersama di Auditorium IPTEKS CC Timur, ITB Kampus Ganesha, Minggu (21/9/2025). (ITB/Muhammad Hanif Darmawan)

Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Pembinaan Anggota Muda (PAM) Himpunan Mahasiswa Astronomi (Himastron) ITB 2025. Ketua Pelaksana, Ghazanfar Wangsa Muhammad, menjelaskan bahwa acara ini merupakan langkah kecil untuk memasyarakatkan ilmu astronomi dengan cara yang menarik.

Nama “Thaumazein” diambil dari istilah filsafat yang berarti “sesuatu yang membuat kita penasaran dan bertanya-tanya”.

“Kami memilih Thaumazein sebagai representasi tujuan kami untuk membuat masyarakat lebih banyak bertanya dan tidak menerima langsung semua informasi,” kata Ghazanfar.

Acara ini dikemas dalam tiga kegiatan: exhibition, talk show, dan pemutaran film pendek. Sesi exhibition menampilkan lima booth interaktif yang membahas miskonsepsi populer, seperti anggapan bahwa lubang hitam (black hole) dapat menyerap segala sesuatu tanpa terkecuali, atau citra astronomi yang selalu berwarna-warni.

Sesi talk show menghadirkan seorang astrofisikawan sekaligus dosen Astronomi ITB, Anton Timur Jaelani, D.Sc. Diskusi ini berfokus pada cara mengenali dan meluruskan berbagai miskonsepsi yang tersebar di masyarakat.

Selain itu, dipublikasikan film pendek karya mahasiswa berjudul “Moon Among the Silence”. Film ini bercerita tentang seorang laki-laki bernama Arkin yang kehilangan wanita yang ia cintai, Livi, karena genosida di Gaza. Kehilangan tersebut memunculkan rasa bersalah yang mendalam hingga ia menulis sepucuk sajak sebagai pengingat. Menurut sutradara, Ventino Alexsandra, yang juga Mahasiswa Astronomi ITB, film ini sengaja dibuat untuk memberikan tafsiran yang luas kepada penonton, agar mereka bebas mengartikannya sesuai imajinasi masing-masing.

Ghazanfar berharap “Thaumazein” dapat mencapai tujuannya. “Harapan kami, masyarakat tidak lagi menerima informasi secara mentah-mentah, tapi melakukan proses verifikasi terlebih dahulu dengan banyak bertanya,” tuturnya.

Baca Juga : Berita Teknologi

Berita Terkait : Kunjungan ke SA ITB, SA ITS Bahas Proses Kenaikan Pangkat Guru Besar dan World Class University

Related posts